JURNALBANTEN.CO.ID, PANDEGLANG – Penggunaan alat elektronik di dalam lingkungan penjara oleh narapidana atau tahanan sangat jelas dilarang.
Larangan menggunakan alat elektronik salah satunya berupa handphone diatur dalam Pasal 4 huruf j Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013 yang selengkapnya berbunyi, Setiap Narapidana atau Tahanan dilarang memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya.
Jadi dengan pengaturan tersebut, jelas bahwa setiap Narapidana tidak diperkenankan untuk memiliki, membawa, dan menggunakan telepon genggam atau handphone selama menjalani masa kurunga di dalam lingkungan penjara.
Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap setiap Narapidana yang diketahui memiliki, membawa, dan/atau menggunakan handphone diatur dalam Pasal 10 ayat (3) huruf f, sedangkan, untuk hukuman disiplin tingkat berat diuraikan dalam Pasal 9 ayat (4) Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013.
Namun, adanya aturan tersebut nampaknya tidak berlaku di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Pandeglang.
Berdasarkan berbagai sumber dan informasi yang dihimpun, kuat dugaan adanya oknum pejabat Rutan Kelas IIB Pandeglang yang dengan sengaja memberikan fasilitas telepon selular atau handphone kepada para tahanan.
Bahkan dengan adanya penggunaan HP didalam Rutan justru dijadikan sebagai ajang mata pencaharian bagi oknum pejabat yang rakus akan uang.
Dari hasil investigsi dan beberapa narasumber, penggunaan telepon selular atau handphone menjadi hal yang biasa bahkan terkesan bebas di lingkungan Rutan Pandeglang.
Anehnya lagi, hal itu di register oleh pejabat setempat yang jelas-jelas barang tersebut tidak boleh masuk dan digunakan oleh Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) atau tahanan.
Beberapa WBP yang berinisial DP, FZ, IW, yang dipenjara akibat kasus narkoba, mereka secara bebas menggunakan handphone, bahkan diduga alat komunikasi itu dijadikan untuk pengendalian narkoba dari dalam Rutan, dengan membayar setiap bulan kepada oknum Pejabat Rutan dengan nominal Rp. 5 – 6 juta.
Tidak hanya itu, ada juga beberapa napi kasus tipikor berinisial SM menjadi WBP pada tahun 2021 lalu, beserta RS, AD, dan UK. Meraka juga sama menggunakan HP secara bebas dengan membayar setiap bulannya. Dan masih banyak para WBP yang secara terang-terangan menggunakan telepon selular.
Selain itu praktek kotor juga dilakukan kepada WBP yang baru masuk atau masa pengenalan lingkungan (Mapeling) agar cepat turun napi harus membayar uang Rp. 1- 2 juta. (*)
Tim Redaksi